SALAMAN
Bersalaman sambil mencium tangan merupakan adat
kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang biasanya ada di pesantren atau
kerap ada pada kaum santri. Jika di Arab Saudi jarang orang bersalaman saat
bertemu melainkan dengan berpelukan atau "salam tempel" muka. Jadi hanyalah
adat kebiasaan saja tidak merupakan syariat yang diharuskan.
Masing-masing bangsapun memiliki adatnya dalam hal berhubungan dengan
penghormatan kepada orang lain. Seperti di Negeri Arab atau bahkan di Jepang
dengan gaya mirip orang ruku dalam shalat orang Islam, saat bertemu dan
bertegur sapa.
Syariat?
Jika ditanyakan bagaimana dengan tuntutan syaraiat adakah dalil yang
mengaturnya, maka kami jawab ada dasar kenapa bersalaman sambil bercium
tangan. Hal ini karena kebiasaan para sahabat Rasulullah saw dahulu.
Beberapa atsar bisa ditemui di kitab-kitab hadits berikut ini:
Rupanya alasan feodalisme hanya akal-akalan saja sebab sumbernya belum
jelas. Sedangkan ajaran shalihin tidak semata-mata berpatokan pada hukum
logika, melainkan harus bersumber dari syari'at baik itu Qur'an maupun
hadits dan kebiasaan para shahabat di sekitar Rasulullah saw. Khusus dalam
masalah bersalaman sambil menciium tangan, banyak hadits-hadts atsar yang
mengungkapkan bagai mana para sahabat dulu besalaman dan bercium tangan.
Salah satu sumbernya adala hadits dan atsar di bawah ini:
عَنْ يَحْيَى بِنْ اَلْحَارِثِ اَلذَّمَارِى قَالَ: لَقِيْتُ وَائِلَةَ بْنِ
اْلأَسْقَعِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَقُلْتُ: بَايَعْتَ بَعْدَ هَذِه رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. فَقُلْتُ: اَعْطِنِى
يَدَكَ أَقَبَلُهَا. فأَعْطَانِيْهَا فَقَبَّلْتُهَا. قَالَ اَلْهَيْثَمِى (ج 8
ص 42) وَفيه عبدالملك القارى ولم أعرفه. وبقيه رجاله ثقات.
Arti bebas: Dari cerita Yahya bin Al Kharits Al Damari: "Saya bertemu Wailah
bin al Asqa r.a. dan aku bertanya: 'Apkah anda baru saja berbaiat dengan
Rasulullah saw? 'benar!', kalau begitu ulurkan tanganmu aku akan men cium.
Maka Wailah memberika tangannya dan aku ciumi." Menurut Keterangan al
Haitsami (Juz 8 hal 42) dan Abdul Malik al Qori dan orang lain yang tidak
aku kenal, menetapkan bahwa sanadnya tsiqot (dapat dipercaya).
وَعِنْدَ أبي نَعِيْمٍ فىِ الْحِلْيَةِ (ج 9 ص 306) عَنْ يُوْنُسْ بِنْ
مَيْسَرَة قَالَ: دَخَلْنَا عَلَى يَزِيْدٍ بِنِ اْلأَسْوَدِ عَائِدَيْنِ فدخل
عَلَيْهِ وَائِلَةَ بِنِ اْلأَسْقَعِ رَضِيَ الله عَنْهُ فَلَمَّا نَظَرَ
إِلَيْهِ مَدَّ يَدَهُ فَأَخَذَ يَدَهُ فَمَسَحَ بِهَا وَجْهَهُ وَصَدْرَهُ
لِأَنَّهُ بَايَعَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ
لَهُ: يَازَيْدَ، كَيْفَ ظَنَّكَ بِرَبِّكَ؟ فَقَالَ: حَسَنٌ. فَقَالَ:
فَأَبْشِرُ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ: اِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ "أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى"
إِنَّ خَيْرًا فَخَيْرٌ وَإِنَّ شَرًّا فَشَرٌّ
Arti bebasnya: Menurut versi Abi Na'iim dalam Kitab Al Khilah (Juz 9 hal
306) menyebutkan: Yunus bin Maisaroh bercerita: 'Aku memasuki rumah Yazid
bin al Aswad tiba-tiba datang Wailah bin al Asqo' r.a. Ketika melihat ada
Wailah ra, Yazid mengulurkkan tangan dan menjabat tangan al Aswad ra
kemudian mengusap wajahnya menggunakan tangan al Aswad ra setelah itu tangan
al Aswad diletakkan di dadanya karena alasan bahwa al Aswad telah berjumpa
Rasulullah saw.
Kemudian al Aswad ra bertanya kepada Yazid: 'Bagaimana perasaan kepada
Tuhanmu?', 'Baik!', 'Aku beritahu bahwa aku telah mendengar Rasul saw telah
medapat wahyu : 'Ana 'inda dzonni 'abdi bii' (artinya: Aku (Allah)
tergantung atas persangkaan hamba kepadaKU). Jika memiliki sangkaan baik
kepada Allah, maka demikian Allah berprasangka kepada hambaNya, begitu pula
sebaliknya.
وَاَخْرَجَ الْبُخَارِيْ فِى اْلأَدَبِ الْمُفْرَدِ ص 144 عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمنِ ابْنِ رَزِيْنٍ قَالَ: مَرَرْنَا بِالرُّبَذَةِ فَقِيْلَ لَنَا:
هَهُنَا سَلَمَةَ بْنِ اْلأَكْوَعِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ، فَأَتَيْنَا
فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ فَأَخْرَجَ يَدَيْهِ فَقَالَ: بَايَعْتَ بِهَاتَيْنِ
نَبِىَّ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخْرَجَ لَهُ كَفًّا لَهُ
ضَخْمَةً كَأَ نَّهَا كَفَّ بَعِيْرٍ. فَقُمْنَا إِلَيْهَا فَقَبَّلْنَاهَا.
وَأَخْرَجَ اِبْنُ سَعْدٍ (ج 4 ص 29) عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدٍ
اْلعِرَاقِى نَحْوُهُ.
Arti bebasnya:
Imam Bukhori menulis hadits dalam bab Adabul Mufrod (pedoman tingkahlaku
pribadi) halaman 144. Imam Abdurahman bin Razin berkata: “Aku berjalan
bersama Rubadzah tiba-tiba dia berkata padaku: ‘Hei bukankah itu Salmah bin
Al Akwa’ ra, dengan segera kami berdua mendatangi beliau dan beruluk salam.
Lalu Rubadzah menjulurkan tangannya sambil bertanya pada Salmah ra :
‘Bukankah Anda telah berbaiat kepada Rasulullah saw dengan tanganmu? maka
Rubadzah mengeluarkan tangan nya. Kemudian kami berdua berdiri menyambut
tangannya dan kami menciumnya. Riwayat seperti ini juga telah dikeluarkan
oleh Abd. Rohman bin Zaid Al ‘Iraqi menurut takhrij dari Ibn Sa’id Juz 4 hal
29.
وَاَخْرَجَ الْبُخَارِيْ اَيْضًا فِى اْلأَدَبِ ص 144 عَنْ اِبْنِ جَدْعَانِ
قَالَ ثاَبِتٌ ِلأَنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ: أَمْسَسْتَ النَّبِىَ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ فَقَبَّلَهَا. وَأَخْرَجَ
الْبُخَارِى أَيْضًا فِى اْلأَدَبِ ص 144 عَنْ صَهِيْبٍ قَالَ: رَأَيْتُ
عَلِيًّا رَضِيَ الله عَنْهُ يُقَبِّلُ يَدَ الْعَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
وَرِجْلَيْهِ.
Masih menurut Al Bukhori dalam bab Adab halaman 144 menuturkan bahwa Ibnu
Jud’an bertanya kepada Sahabat Anas ra : ‘Apakah Anda telah menyentuh tangan
Rasulullah saw? Kemudian dijawab: ‘benar!’ lalu Ibnu Jud’an men ciumnya.
Masih dalam halaman yang sama, Imam Bukhori meriwayatkan bahwa Shohib
berkata: ‘Saya melihat Imam Ali ra mencium tangan dan kedua kaki Sahabat
Abbas ra.
عَنْ ثَابِتِ قَالَ: كُنْتُ إِذًا أَتَيْتُ أَنَسًا يُخَبِّرُ بِمَكَانِى
فَأَدْخَلَ عَلَيْهِ وَآخَذَ يَدَيْهِ وَأَقْبَلَهُمَا وَأَقُوْلُ: بِأَبِىْ
هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ الَّلتَيْنِ مَسَّتَا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَقْبَلَ عَيْنَيْهِ وَأَقُوْلُ: بِأَبِىْ هَاتَيْنِ
(اَلْعَيْنَيْنِ) اللَّتَيْنِ رَأَتَا رَسُوْلَ اللهِ.
Tsabit berkata: Suatu ketika aku mendatangi Anas ketika berkunjung ke
tempatku maka saat dia masuk langsung aku ambil tangannya dan aku ciumi
kedua tangannya aku berkata: ’Karena kedua tangan ini telah bersalaman
dengan Rasulullah. Kemudian aku mencium kedua matanya dan aku berkata:
’Karena kedua mata anda telah memandang mata Rasul maka saya mencium kedua
mata Anda.”
Kesimpulan:
Kebiasaan bersalaman bagi sebagian besar orang pesantren (kaum santri) sudah
tidak asing lagi. Namun bila disertai dengan cium tangan tidak setiap orang
mau menerimanya. Mengapa? Sebagian besar menganggap bahwa bersalaman sambil
mencium tangan akarnya adalah feodalisme. Dengan dalih feodalisme atau kebia
saan peninggalan penjajah ini mereka sangat meng hindari bahkan seolah-olah
sesuatu yang diharam kan. Padeahal salaman hanyalah adat kebiasaan yang
baik, sebagai bentuk penghromatan kepada guru/kyai atau orang yang dituakan.
Mencium tangan ketika bersalaman kepada orang yang bersambung kepada
Rasulullah saw adalah seperti kebiasaan para sahabat dan tabi’in zaman
dahulu. Bahkan Sohabat Ali kw pernah mencium kedua tangan dan kaki Shohabat
Ibnu Abbas ra.
Alasan bercium tangan mereka adalah karena orang yang tangannya dicium
tersebut meyakini telah bertemu dan bersambung kepada Rasul.
Untuk zaman sekarang, jika kita bersalaman sambil mencium jangan hawatir
karena guru/ulama kita itu telah bersalaman dengan guru sebelumnya dan guru
sebelumnya itu terus menerus bersambung kepada Rasulullah saw. Wallahu A'lam
bimuroodih
0 komentar:
Posting Komentar